Home » , » MANTEL KUNING

MANTEL KUNING


Rintik hujan selalu membuat saya terharu. Rintiknya, mengingatkan masa-masa yang lalu. Begitu pula hari ini sewaktu kecil saya ingin sekali mempunyai mantel hujan. Kuning, itu warna yang saya inginkan. Teman- teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak gagah dengan mantel itu. Untuk anak kelas 2 SD, semua yang berwarna cerah, akan selalu tampak indah dilihat mata. Namun sayang, ibu tidak punya cukup uang untuk membelinya. Walaupun sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai mantel kuning itu.

Walau begitu, saya tetap kesal dan perasaan itu memuncak, ketika saya harus pulang dari sekolah. Hari itu hujan begitu deras. Saya makin kecewa dengan ibu. Sebab, jika ada mantel tentu saya tidak perlu kehujanan dan bisa bergabung dengan teman-teman yang lain. Kesal dan marah begitulah yang saya rasakan saat itu. Sementara yang lain tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah kuyup.

Ah.. di tengah perjalanan saya bertemu dengan ibu. Dia tampak membawakan payung untukku. Karena terlanjur marah, saya tidak mau menerima payung itu dan ngambek, serta tetap pulang tanpa payung. Walau begitu, ia tetap ingin melindungi saya dari air hujan dengan payungnya dan mendekatkan tubuhnya kepada saya agar tidak terlalu basah terkena hujan. Hujan makin deras dan kamipun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk dipayungi.

Sesammpainya dirumah, tingkah itu terus saya perbuat. Saya tetap menolak untuk berganti pakaian. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya akhiri. Ibu, kemudian datang dengan handuk dan langsung menyelimuti saya. Namun, tetap tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut ibu.

Masih dalam diam, ibu kemudian memberikan pakaian ganti. Setelah itu, dia menyodorkan teh manis hangat untuk saya. Ya, segelas teh manis.
Begitulah,

Ibu mungkin tidak mampu membelikan mantel kuning seperti yang saya impikan,  namun payungnya membuat saya merasa aman.

Ibu mungkin tidak mampu membelikan mantel kuning untuk menghindari hujan, namun dekapannya membuat saya terhindar dari apapun.

Ibu mungkin tidak mampu membelikan saya mantel kuning itu, namun handuk hangatnya mampu memberikan kehangatan dari setiap mantel yang ada.

Ibu mungkin tidak mampu membelikan mantel kuning, namun usapan lembutnya adalah segalanya buat saya.

Ibu mungkin tidak bisa memberikan saya banyak hal lain, namun, dekapan, usapan, uluran tangan, perhatian dan kasih sayang sudah cukup sebagai penggantinya.

Ya, rintik hujan selalu membuat saya terharu. Terimakasih buat ibu yang tidak membelikan saya mantel kuning. Karena apa yang telah diberikannya saat ini telah jauh melebihi segalanya..........

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, “seorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata. ‘wahai rasulullah, kepada siapa aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi salallahu ‘alaihi wasallam menjawab ‘Ibumu!’ dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi salallahu ‘alaihi wasallam menjawab ‘Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali ‘kemudian siapa lagi?’ beliau menjawab ‘Ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi salallahu ‘alaihi wasallam menjawab ‘Kemudian Ayahmu’ (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)


Lalu, atas dasar apa kita tidak berbakti kepada Ibu?

0 comments:

Post a Comment

Silahkan tambahkan komentar teman-teman, diharapkan menggunakan kata-kata yang pantas. karna kata-kata menunjukkan siapa kita

Powered by Blogger.

CATATAN BEBERAPA OBAT PENTING

Tulisan ini dibuat oleh Asriadi dan Dian Murnanda pada Desember 2019. Untuk versi PDF dapat diunduh pada link yang tersedia di akhir tulis...

Search This Blog