“Pendapat sebagian kalangan umat Islam
bahwa Isa Al Masih yang dilangit akan turun ke dunia untuk menjadi hakim di
akhir zaman justru dimanfaatkan kalangan Kristen sebagai bahan argumentasi bagi
penyimpulan mereka bahwa siapa yang layak jadi hakim kalau bukan Tuhan? Kalau
umat Islam mengakui Isa Al Masih sebagai hakim di akhir zaman berarti umat
Islam meyakini Isa Al Masih sebagai Tuhan di akhir zaman. Dengan penjelasan
seperti yang telah saya sampaikan pada buku ini, kiranya umat Islam tidak perlu
lagi ragu-ragu, apalagi meyakini doktrin kebangkitan dan kenaikan Isa Al Masih.
Sebab sudah jelas bahwa doktrin tersebut bertentangan dengan Islam dan tidak
bisa dipertanggungjawabkan.”
Benarkah nabi
Isa Al Masih alaihissalam disalib dan meninggal pada kayu salib? Pertanyaan
tersebut menarik untuk didiskusikan karena persoalan penyaliban akan membawa
implikasi panjang pada aqidah umat. Sebab seperti kita ketahui, doktrin Kristen
menegaskan bahwa Isa Al Masih, yang oleh kalangan Kristen disebut dengan Yesus,
meninggal di kayu salib. Implikasi panjang yang saya maksud, karena konsep
penyaliban tersebut menjadi tonggak “aqidah” umat Kristen tentang kenaikan dan
kebangkitan Yesus, yang pada ujung-ujungnya mengarah pada pengakuan Ketuhanan
Yesus.
Nabi Isa,
dalam sejarahnya, memang mendapat hukuman salib. Hukuman itu diterimanya karena
beliau dianggap menghujat Allah dengan mengatakan bahwa dirinya adalah anak
Allah (Mat. 26:63). Tetapi
ketika diajukan ke wali negeri, Isa Al-Masih dituduh makar sehingga Pilatus
bertanya: Engkau raja orang Yahudi? (Mat 27:11). Karena dituduh makar
itulah, beliau disalib. Marilah kita
telaah sejarah itu secara obyektif. Dalam injil dijelaskan sebagai
berikut: “Hari itu ialah persiapan Paskah,
kira-kira jam 12” (Yoh 19:14). Istilah
Paskah sendiri berasal dari bahasa Ibrani dari kata “pesah” yang berarti:
melewati. Upacara ini seperti dijelaskan Perjanjian Lama sebenarnya dilaksanakan
sebagai peringatan pembebasan bangsa Israel dari bangsa Mesir, yang pada saat
itu anak-anak sulung orang Mesir dibunuh, tetapi pintu-pintu rumah orang Ibrani
“dilewati”, karena ambang atas dan kedua tiang pintu rumah mereka disapu dengan
darah anak kambing domba (kel 12:23-28).
Sedang dalam
Perjanjian Baru, Yesuslah yang disebut-sebut sebagai “anak domba Paskah” (I Kor 5:7). Dengan demikian, menurut
keyakinan Kristen sendiri Isa Al Masih (harus) disalib untuk menebus dosa
umatnya sebagai akibat dosa yang diwariskan Adam dan Hawa. Dengan penyaliban
tersebut, maka manusia terbebas dari siksaan akibat dosa tersebut. Dalam
perkembangan selanjutnya gereja menyatakan bahwa Paskah adalah hari
“Kebangkitan Yesus”. Dalam persiapan Paskah, kira-kira jam 12, Pitalus selaku
gubernur Romawi, memutuskan untuk menyerahkan Isa Al Masih kepada orangorang
Yahudi, agar disalib di bukit Golgota (Bukit Tengkorak). Maka Isa Al Masih
dipaksa memanggul salib ke Bukit Golgota.
Setelah sampai
di bukit Golgota (Matius 27:46) kira-kira
jam tiga sore berserulah Isa Al Masih dengan suara nyaring “Eli, Eli lama sahakhtani!, yang
artinya “Tuhanku, Tuhanku mengapa Engkau
meninggalkan Aku?”. Hari itu
adalah hari persiapan Paskah dan besoknya adalah hari Sabat (hari Sabtu). Bagi
umat Yahudi, hari Sabat adalah hari ketujuh, hari yang suci dan Tuhan berhenti
bekerja pada hari tersebut, sehingga orang Yahudi dilarang bekerja apapun (Kel 20:8-11), termasuk melakukan penyaliban,
dan orang yang bekerja pada hari itu harus dihukum mati (kel 31:12-14).
Pada saat itu,
waktu yang tersisa untuk menyelesaikan pekerjaan penyaliban, sebelum memasuki
hari Sabat, tinggal 2,5 – 3 jam lagi (ingat, bahwa pergantian waktu menurut
tradisi Yahudi adalah terbenamnya matahari, bukan pada jam 00.00). Terdesak
oleh waktu, dan untuk mempercepat proses kematian orang-orang yang disalib
tersebut, orang-orang Yahudi ingin segera memastikan kematian dcngan cara
“mematahkan kaki”, yaitu meremukkan kaki dengan batas bagian tempurung ke
bawah.
“Datanglah
orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang
yang disalib tersebut dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan”. (Yoh
19: 31).
Isa Al Masih
Meninggal di kayu salib?
Tepat giliran
Isa Al Masih, para serdadu Romawi ternyata tidak mematahkan kakinya. Sebab,
mereka menyangka Isa Al Masih telah mati.
“Tetapi ketika mereka
sampai kepada Yesus dan melihat bahwa ia telah mati, mereka tidak mematahkan
kakinya.” ( Yoh. 19:33).
“Filatus heran saat
mendengar bahwa Yesus sudah mati. Maka ia memanggil kepala serdadu dan
menanyakan kepadanya benarkah Yesus sudah mati.” (Markus 15 : 44 ).
Benarkah Isa
Al Masih telah mati di kayu salib? Itulah pertanyaan kritis, yang saat itu juga
sempat membuat Pilatus terheran-heran. Berdasarkan catatan sejarah dan tinjauan
sains, umumnya orang yang disalib baru mengalami kematiannya, minimal 2 hari.
Kematian pada kayu salib baru
bisa terjadi oleh dua hal:
Pertama, oleh infeksi.
Dipakunya tangan dan kaki pada kayu salib membuka peluang masuknya kuman ke
dalam tubuh. Tanpa perlindungan antibiotika, kuman tersebut akan berkembang dan
menyebar ke seluruh tubuh. Proses kematian karena infekasi seperti ini,
biasanya berlangsung 2-3 hari.
Kedua, Kematian
disalib terjadi karena kelaparan dan dahaga. Dengan tidak masuknya bahan
makanan yang diperlukan untuk kehidupan normal, maka hal tersebut akan
mengganggu metabolisme dalam tubuh. Karena tidak adanya suplai makanan, tubuh
memobilisasi bahan simpanan yang ada dalam tubuh. Bila simpanan karbohidrat
dalam bentuk glikogen yang ada habis, maka protein yang ada di otot digunakan
sebagai pembentukan energi yaitu pembentukan ATP ATP merupakan energi “siap
pakai”. Bila protein yang ada di otot berkurang sedemikian rupa, maka fungsi
sel akan terganggu dan diakhiri dengan kematian. Proses ini biasanya
berlangsung 6-7 hari. Dengan tinjauan medis seperti itu, terbukti bahwa waktu 1
hari (saat itu hari Jum’at) belum cukup untuk membuat Isa Al Masih meninggal di
kayu salib. Di sisi lain, karena mengira Yesus sudah mati itulah seorang dari
prajurit menikam lambungnya dengan tombak dan segera mengalir keluar darah dan
air (Yoh 19:34).
Pertanyaan
kritis selanjutnya adalah mungkinkah orang yang sudah mati mengalirkan darah
jika terkena tikaman?
Keluarnya
darah dari organ tubuh yang ditikam menandakan masih aktifnya aliran darah
dalam sistem peredaran orang tersebut dan itu berarti jantung yang bertugas
memompa darah ke seluruh tubuh masih berfungsi. Masih berfungsinya jantung
tersebut, menandakan bahwa seseorang masih hidup. Penelaahan yang cermat dan
objektif terhadap ayat-ayat Bibel di atas membuktikan bahwa saat itu Isa Al
Masih belum meninggal. Ia hanya pingsan. Dan, kondisi pingsan itulah yang
dilihat para serdadu sebagai kondisi mati (ingat, pada kejadian tersebut para
serdadu hanya melihat bukan memeriksa bahwa Yesus telah mati).
Al-Qur’an tentang
Penyaliban Isa Al Masih
Lolosnya Isa
Al Masih dan pematahan kaki yang berarti tidak dilakukannya pemastian kematian
karcna para serdadu sudah yakin Isa Al Masih telah meninggal merupakan suatu pertolongan
Allah atas hambaNya. Pingsannya Isa Al Masih telah dilihat oleh para serdadu
sebagai kematian lsa Al Masih. Kronologis
peristiwa yang diung-kapkan oleh Bibel justru menunjukkan hahwa saat itu Isa Al
Masih belum meninggal. Namun, kebenaran ini justru ditolak oleh umat Kristen
demi konsep Ketuhanan Yesus yang dirumuskan dalarn Konsili Nicea tahun 325 M.
Sebab konsep Ketuhanan itu mengharuskan adanya proses “evolusi Ketuhanan Yesus”
sebagai berikut: penyaliban, mati, bangkit (hidup kembali), duduk di surga di
sebelah kanan Allah (Markus 16:19), dan (menjadi) Tuhan. Al-Qur’an sendiri secara gamblang
menjelaskan bahwa Isa Al Masih tidak mati dibunuh pada kayu salib.
“Dan lantaran
perkataan mereka yang mengatakan: Sesungguhnya kami telah membunuh Isa Al Masih
anak Maryam rasul Allah itu. Padahal sebenarnya mereka tidak membunuhnya dan
tidak pula menyalibnya (hingga mati), melainkan hanyalah diserupakan saja pada
mereka … “. (An-Nisa’ / 4 : 157).
Prof. Dr. KH. Hasbullah Bakry,
SH. dalam bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhammad dalam Bible”. (Firdaus), cet.
8, hal. 45 dan 47 menyatakan penafsirannya tentang QS An Nisa’/4:157.
“Kalimat “Ma qotaluhu wama
sholabuhu” yang berarti: “Mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya”
haruslah diartikan sebagai penguat (kalimat) satu dengan yang lain. Ma qotaluhu artinya mereka tidak
membunuh Isa dengan jalan apa saja (di sini membunuh berarti umum). Ma sholabuhu mereka juga tidak membunuhnya
dengan penyaliban. Disini membunuh dengan cara khusus yakni dengan penyaliban
(kruisiging).”
Penyaliban
artinya memakukan orang dengan membentangkan kedua tangan pada kayu yang
bersilang sehingga mati. Kalau tidak sampai mati namanya bukan penyaliban,
tetapi hanya terserupa saja sebagai penyaliban.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
lsa Al Masih tidak disalib, tetapi yang disalib sampai mati adalah Yudas
Iskariot alias Yahuda Askhariyuti. Pendapat seperti ini sulit
dipertanggungjawabkan sebab Al-Qur’an sama sekali tidak pernah menyebut atau
mengkisahkan nama tersebut. Lantas dari
mana umat Islam mengenal nama Yudas Iskariot? Jawaban atas pertanyaan ini bisa
kita baca lewat keterangan Prof. HAMKA:
“Mereka menerima riwayat dari
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam. Satu riwayat yang dinukilkan
Ibnu Jarir menyatakan bahwa rupa Isa disamakan kepada Yahuda (Yudas) itu
sendiri, sehingga dialah yang ditangkap dan dialah yang disalib.”
….. Adapun riwayat-riwayat ini
diterima oleh sahabat Rasulullah dan penafsir sesudahnya ialah orang-orang
ahlul kitab yang masuk Islam, diantaranya Wahab bin Munabbih.
Jadi, jelas bahwa umat Islam
mengenal Yudas dari ahlul kitab, bukan dari Al-Quran.
Misteri Penguburan
Isa Al Masih
Dalam keadaan
pingsan serdadu menganggap dalam keadaan mati Isa Al Masih diturunkan dari kayu
salib. Berikut adalah penjelasan Bibel, berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
setelah Isa Al Masih dianggap mati di kayu salib.
“sesudah itu Yusuf
dari Arimatea ia murid Yesus tetapi sembunyi-sembunyi karena takut
kepada orang-orang Yahudi meminta kepada Pilatus supaya ia diperholehkan
menurunkan mayat Yesus. Dan Pilatus meluluskan permintaannya itu. Lalu
datanglah ia dan menurunkan mayat itu ( Yoh 19:38 ).
Juga Nikodemus datang
ke situ. Dialah yang mula-mula datang waktu malam kepada Yesus. la membawa
campuran minyak mur dengan minyak gaharu. Kira-kira lima puluh kali
beratnya ( Yoh 19:39 ).
Mereka rnengambil
mayat Yesus, menggapainya dengatt kain lerran dan membubuhinya dengan
rempah-rampah menurut adat vrartg Yahudi bila menguburkan mayat (Y oh
19:40 ).
Yusuf pun membeli kain lenan, kemudian ia menurunkan mayat
Yesus dari salib dan menggapainya dengan kain lenan itu. Lalu ia membaringkan
dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit batu. Kemudian digulingkannya
sebuah batu kepintu kubur itu ( Markus 19:46 ).
Setelah lewat hari
Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli
rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus ( Markus
16:1 ).
Ayat-ayat
tersebut, memang jika dibaca tanpa daya kritis, seolah menguatkan fenomena
bahwa Isa Al Masih meninggal karena disalib. Tetapi marilah dengan kekuatan
nalar, kita telaah makna-makna di balik ayat-ayat tersebut. Secara
kronologis, peristiwa penurunan Isa Al Masih dari kayu salib, seperti
dijelaskan ayat-ayat diatas, adalah sebagai berikut:
Hari Jum’at, sebelum
masuk waktu Sabat (sebelum maghrib) Yusuf dari Arimatea membawa Yesus ke
kuburnya.
Malam harinya,
Nikodemus datang ke kubur dengan membawa campuran minyak mur dan gaharu. Lalu
mengkafani Yesus dengan kain lenan. Ahad pagi hari, Maria
Magdalena dan kawan-kawan membawa rempah-rempah ke kubur untuk meminyaki Yesus. Dari kronologi
tersebut, muncul pertanyaan “mayat” Isa Al Masih sudah diberi rempah-rempah
untuk diminyaki oleh Yusuf Arimatea dan Nikodemus serta dikafani, mengapa pada
pagi hari dua hari berikurnya (hari Ahad) datang para wanita ke kubur dengan
membawa rempah-rempah dan minyak untuk meminyaki Isa Al Masih? Jawabannya tidak
sulit, datangnya para wanita tersebut pada dua hari sesudah “penguburan” justru
menunjukkan bahwa Isa Al Masih belum meninggal. Kedatangan mereka dengan
membawa tambahan rempahrempah tersebut, tentu saja, dimaksudkan untuk
mengobati Isa Al Masih. Mengingat rempah-rempah dan minyak mur antara lain
berfungsi sebagai obat untuk luka.
Bentuk Kubur Yahudi
Mungkin anda bertanya: “Bisakah orang
bertahan hidup dalam kuburan?” Anda juga mungkin bertanya: “Bisakah kubur itu
didatangi/dimasuki, sebagaimana dilakukan Maria Magdalena dan kawan-kawan?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita
harus paham tentang kubur orang Yahudi. Bentuk kubur orang Yahudi jangan kita
bayangkan sama dengan model kubur orang Islam, mayat tidak ditanam ke dalam
tanah, melainkan diletakkan di atas batu yang ada di dalam ruang kubur terletak
di gua ataupun yang sengaja dibangun berbentuk semacam tempurung, dan berpintu. Kondisi kubur seperti
itu memberi dua kemungkinan. pertama, orang yang dimasukkan dalam ruang kubur
seperti yang dialami Isa Al Masih masih tetap hidup, karena masih ada ruangan
untuk bergerak dan bernafas.
Kedua, memungkinkan orang lain
memasukinya, seperti yang dilakukan oleh para murid Isa Al Masih, sehingga
terbuka lebar-lebar kesempatan memberi pengobatan (sekaligus makanan) sampai
luka-luka Isa Al Masih sembuh.
Dimanakah Isa AI Masih
Wafat dan Dimakamkan?
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Isa Al Masih tidak meninggal di kayu
salib. Beliau hanya pernah mengalami bahaya penyaliban namun akhirnya
diselamatkan oleh Allah dengan cara diserupakan kondisinya sebagai orang mati
dengan cara pingsan. Jadi Isa Al Masih tidak meninggal disalib melainkan
selamat dan tetap hidup, bahkan sampai usia lanjut. Keterangan bahwa kehidupan
Isa Al Masih berlanjut sampai usia lanjut dapat kita baca dari keterangan
Al-Qur’an surat Ali Imran/3:46.
“Dia dapat berbicara
dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan ketika sesudah dewasa.”
Kamus Bahasa Arab “Munjid fil Lughati wal Adabi” mengartikan “kahlan” sebagai “man kaanat sinnu ‘umrihi bainal tsalatsina wal
khamsina taqriban” (seorang yang berusia kurang 30-50 tahun).
Al Imam Raghib, seperti
dikutib Saleh A. Nahdi (Bibel dalam Timbangan, PT Arista Brahmatyasa, 1994, h.
20) mengatakan bahwa “kahlan” sebagai “man wakhatahu syaib” (orang yang
rambutnya bercampur dengan yang putih karena usianya yang lanjut).
Adapun bukti-bukti sejarah bahwa
Isa Al Masih hidup sampai usia lanjut, diantaranya:
Dalam usia lanjut
yang dimulai antara 40-50 tahun, Yesus masih memberikan pengajaran. Masa hidup
tadi disaksikan bukan saja oleh para penginjil melainkan juga oleh semua
pemimpin-pemimpin gereja yang datang ke Asia bersama Yahya yang menyampaikan
riwayat itu kepada pemimpin-pemimpin gereja adalah Yahya sendiri (C.R. Gregory,
Canon and the New Testament).
James Moffat: Pemuda-pemuda gereja di Asia percaya kematian Yesus
itu terjadi di zaman Kladius tahun 41-50. Papias sendiri mengatakan bahwa pada
usia tersebut Yesus masih mengajar.
Pertanyaan selanjutnya adalah,
dimanakah beliau menjalani masa-masa kehidupannya sampai usia lanjut dan
dimakamkan?
Jawaban atas pertanyaan tersebut
dapat kita dapatkan dari penjelasan Al-Qur’an surat Al Mu’minun/23:50:
“Dan kami telah
jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata hagi
(kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar
yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang
mengalir “.
Dimanakah
tempat yang oleh ayat ini disebut “suatu tanah tinggi yang datar yang banyak
terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir”?
Seperti dikutip H.M. Josoef
Sou’yb (Isa Al Masih Sudah Mati?, PT Al Husna Zikra, 1994, Cet. 1, h. 20-26),
di antara para pakar merujuk bahwa tempat itu adalah dataran tinggi pada bukit
sebelah Barat Laut Mati, Palestina, yaitu biara tempat kediaman sekte Esenes. Tempat
ini dikenal dengan Bukit Qumran. “Pada dataran deretan bukit batu yang membujur
di sebelah Barat Laut Mati itu terdapat suatu dataran luas … pada dataran itu
menonjol sekelumit runtuhan dinding tembok.”
“Pere de Vaux dengan stafnya,
demikian Edmund Wilson di dalam bukunya Dead Sea Scrolls edisi 1956 H. 55-71,
yang melakukan penggalian dan menemukan reruntuhan suatu biara besar denga
ruangan-ruangan yang luas. Di bawahnya dijumpai pttla enam saluran air tapi
kini sudah kering.”
“Diantara biara besar pada
dataran tinggi itu dengan pinggir Laut Mati, demikian Edmund Wilson, tampak
terdapat lebih seribu kuburan …. Di antara seluruh kuburan yang digali itu maka
hanya ada satu jenazah saja yang punya “keistimewaan” yaitu memakai keranda.
Dan diantara seluruh jenarah itu terdapat jenazah seorang wanita (ingat,
penghuni biara/bukit Qumran hanya kaum laki-laki.”
Satu jenazah yang mempunyai keistimewaan
dengan keranda dan satu jenazah seorang wanita itu tidak lain adalah jenazah
Isa Al Masih dan ibundanya Siti Maryam yang hidup dan meninggal serta
dimakamkan dibukit Qumran.
Mengapa
data-data penting ini terkesan tidak banyak diungkap. Mudah menjawabnya. Karena
ada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan soal ini. Hal ini, misalnya
dapat kita cermati dari fenomena naskah Gulungan Laut Mati (Dead Sea Scrolls),
yang terletak di gua Qumran, sekitar 10 mil sebelah Timur Yerussalem yang
menyimpan sekitar 800 macam fragmen dokumen yang ditulis sekitar tahun 200 S.M.
sampai tahun 50 M dalam bahasa Ibrani, Yunani, dan Aram (bahasa sehari-hari
yang dipakai Yesus), di antaranya terdapat 127 dokumen ayat-ayat Bibel juga
kitab suci Apokriba (kitab yang tidak boleh dibaca oleh umat Kristen). Sejak
penemuannya pada tahun 1947 oleh seorang gembala domba Badui sampai selama
empat dekade berikutnya, banyak rahasia gulungan yang disembunyikan oleh
kelompok kecil sarjana yang menguasai dokumen tersebut. Namun penyembunyian itu
berakhir bulan September 1991, ketika sebuah lembaga penelitian di California
yang menyimpan empat set fotografi koleksi Dead Sea Scrolls, mulai mengizinkan
para sarjana yang berkepentingan untuk menelitinya. Bahkan komentar Frank M.
Cross, editor naskah Gulungan Laut Mati dan seorang pakar bahasa Ibrani dan
Barat di Harvard university, memperingatkan bahwa akses tanpa batas pada naskah
gulungan itu akan membongkar misteri yang aneh di sekitar Al Kitab, seperti
kitab Tobit, Sirakh dan Yobel (yang apokripa bagi pemeluk Katolik dan
Protestan) (Dr. Muhammad Ataur Rahim, Misteri Yesus daktrn sejaralt, Pustaka Da’I,
1994).
Kebangkitan Isa
Almasih & Penampakan dirinya
Kebangkitan
termasuk doktrin utama bagi umat Kristen. Paulus mengatakan
“Dan jika Kristus
tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu, dan kamu masih hidup
dalam dosamu.” (I kor 15: 17).
Doktrin kebangkitan menegaskan
bahwa tiga hari setelah kematiannya di kayu salib, Yesus dibangkitkan oleh
Tuhan (Yesus meninggal hari Jum’at, bangkit hari ahad).
Sebenarnya,
kita tidak perlu secara panjang lebar membuktikan benar tidaknya kebangkitan
Isa Al Masih, sebab, seperti telah kita simpulkan di depan, Isa Al Masih tidak
meninggal saat di salib. Beliau diselamatkan oleh Allah swt. lewat
murid-muridnya. Disembuhkan dan dikeluarkan dari kubur. Hilangnya Isa Al Masih
dari kubur itulah yang diyakini pemeluk Kristen sebagai kebangkitan Yesus (dari
kubur). Namun, untuk lebih meyakinkan, kebangkitan itu sendiri perlu mendapat
telaah kritis. Apalagi, masalah tersebut di kalangan sarjana-sarjana Kristen
sendiri menimbulkan pro dan kontra.
Dalam
simposium “Menyamhut Yesus di tahun
2000” yang diselenggarakan oleh Oregon State University, AS Februari (1996) silam
seperti dilaporkan mingguan News Week edisi 8 April (1996) (Ummat, No. 22 Thn I, 29 April 1996/11
Zulhijjah 1416 H) doktrin kebangkitan itu mendapat gugatan-gugatan kritis.
Umat Kristen sendiri terbagi
menjadi dua kelompok dalam memahami kebangkitan. Kelompok pertama memahami
bahwa kebangkitan dari kubur berarti Isa Al Masih meninggal kemudian bangkit.
Sedangkan kedua memahami bahwa dimaksud kebangkitan adalah bangkit dari
penyaliban, yang berarti Isa Al Masih belum meninggal saat disalib.
Kenyataan lain
juga membuktikan kian runtuhnya keyakinan umat Kristen tentang kebangkitan.
Dari hasil sigi tentang kebangkitan yang dilakukan Kenneth L. Woodward terhadap
umat Kristen Amerika tahun 1994, dapat dilihat terjadinya penurunan keyakinan
itu. Pada tahun 1994, 87% responden menyatakan percaya Yesus dari kematiannya,
sedangkan tahun 1996, merosot tinggal 70%.
Gerd Ludemann,
seorang sarjana yang menekuni kajian Perjanjian Baru asal Jerman, menolak
alasan apa pun tentang doktrin kebangkitan itu tidak lebih dari “formula
kosong”. Menurut Ludeman, kebangkitan yang diriwayatkan Matius, Markus, Lukas,
dan Yohanes itu, seluruhnya berasal dari Rasul Petrus. Dan apa yang dilihat
Petrus tentang Yesus hanyalah khayalannya. “Itu terjadi karena kesedihannya
yang berlebihan atas kematian Yesus”.
David
Friedrich, dalam The Life of Jessus
Critically Examined, seperti dikutip Ummat, meyakini bahwa
orang-orang Kristen pertama dahulu telah membuat mitos-mitos dan cerita-cerita
bohong tentang Yesus. Sedangkan riwayat Injil yang empat itu baru ditulis 40
tahun setelah kematian Yesus. Itu pun para periwayat Injil menuliskan
riwayatnya dengan khayalan dan pemahaman mereka masing-masing.
Friedrich
benar, dari empat karangan Injil yang berkaitan dengan kebangkitan dan
penampakan diri Yesus terdapat banyak hal yang kontradiktif. R.P Roguet dalam
bukunya Initiation a I’Evangile (Pembimbing
Kepala Injil), halaman 132 memberikan contoh yang kontradiktif antara lain:
daftar nama wanita yang datang ke kubur tidak sama, hari penampakan yang
berbeda, dan tempat penampakan Yesus tidak sama.
Berikut daftar perbedaan dari 4
Injil tersebut:
Injil Yohanes :
Seorang wanita bernama Maria
Magdalena (20:1), tapi ia memakai istilah “kami” (20:2).
Injil
Matius :
Dua orang, yaitu: Maria Magdalena
dan Maria yang lain (28:1) Malaikat menyatakan bahwa mereka akan melihat Yesus
di Galilea dan sekejab mata sesudah itu Yesus datang menemui mereka dekat kubur
(28:7-9).
Injil
Lukas :
Tiga orang, yaitu Maria dari
Magdala, Yohana dan Maria Ibu Yakobus (24:10). Dua Malaikat menyatakan: Yesus
akan bangkit pada hari ke-3 (24:7). Yesus menampakkan diri di Yudea. Kleopas
dan seorang temannya melihat Yesus, menyatakan Yesus bangkit dan menampakkan
diri pada simon (24:34).
Injil Yohanes :
Seorang, yaitu Maria Magdalena.
Penampakan ke-1 dan ke-2 berselang 8 hari di Yerussalem. Penampakan ke 3 di
pantai danau Tiberias (hikayat ini merupakan ulangan atas peristiwa yang
ditulis Lukas 5:1-11).
Semua berita di atas sangat
kontradiktif dengan surat Paulus kepada orang Korintus (15:5-7) Yaitu: Yesus
telah menampakkan diri kepada 500 orang sekaligus.
Jadi bibel tidak bisa menunjukkan
kapan dan bagaimana peristiwa kebangkitan terjadi. Yang bisa disajikan oleh
Bibel dalam hal ini Perjanjian Baru hanyalah berita-berita yang simpang siur.
Loisy, dalam
bukunya La Le ‘gende de Jesus hal. 467,
bahkan membuktikan bahwa konsep kebangkitan hanyalah buatan gereja. Katanya, “Pernyataan
di dalam Injil kanonik dan Apokripa tidak menampakkan keasliannya. Tetapi
dengan cara mana kepercayaan kebangkitan Kristus disadari mengambil bentuk dan
mengabadikan diri baru setengah abad atau lebih setelah lahirnya agama
Kristen.”
Oleh karena
itu R.P Roguet yang bekerja sebagai redaktur suatu mingguan Katolik yang
ditugaskan menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca yang mendapat kesulitan dalam
memahami teks Injil dapat memahami kebingungan para pembacanya, sehingga ia pun
menyatakan kecamannya: “Terdapat khayalan yang aneh dan kekanak-kanakan dalam
Injil Apokripa mengenai kebangkitan Yesus!”
Al Quran Tentang
Kenaikan Isa Al Masih
Sebenarnya Al
Qur’an sudah menjelaskan tentang persoalan ini, yaitu dalam surat Ali
Imran/3:55:
“(Ingatlah) tatkala
Allah berfirman: Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan
mengangkat engkau kepadaKu, dan membersihkan engkau dari pada orangorang
kafir, dan akan menjadikan orangorang yang mengikuti engkau lebih tinggi dari
orang-orang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kembali,
maka akan Aku putuskan nanti di antara kamu dari hal yang telah kamu
perselisihkan padanya itu.”
Ada dua kelompok penafsiran yang
berbeda terhadap ayat diatas, terutama disebabkan dalam mengartikan dua kata
yaitu “mutawaffika” dan “rafi’uka ilayya”. Kelompok
Pertama, mengartikan kata “mutawaffika” sebagai “menyempurnakanmu” atau “menggenggamu.” Sedangkan kata “rafiuka ilayya” diartikan sebagai
mengangkatmu kepadaKu (mengangkat Isa Al Masih ke langit). Kelompok Kedua,
mengartikan kata “Mutawaffika” dengan “mewafatkan” dan “rafi’uka ilayva” dengan
mengangkat (derajat Isa Al Masih).
Pendapat yang
terakhir ini diantaranya dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
Prof. Dr. KH.
Hasbullah Bakry, SH. dalam bukunya “Isa dalam Al Qur’an Muhamrrrad dalam Bibel,” (Jakarta,
1987) cet. Ke-8, hal. 19, 52 dan 53 menjelaskan:
“Tuhan mematikan (Isa) sebagai
kematian biasa (bukan dibunuh) dan Tuhan mengangkat derajat orang-orang yang
mengikutinya lebih tinggi dari orang-orang yang menentangnya.”
“Tradisi Kristen menurut Injil
serta pendapat sebagian umat Islam menyatakan bahwa Nabi Isa setelah
Khotbah perpisahannya di bukit
Zaitun lalu berangkat terbang ke langit lalu duduk disamping Tuhan dan nanti
akan turun lagi meng-islamkan umat Nasrani adalah sangat bertentangan dengan
tradisi agama-agama Tuhan sendiri sejak Nabi Adam. Umat Islam menerima tradisi
itu dari tradisi umat Kristen atau pendapat itu dibawa oleh orang-orang Nasrani
yang amat banyak masuk Islam setelah Mesir dan Syria dibebaskan umat Islam dari
jajahan Romawi.
Prof. Dr. HAMKA, dalam tafsir
Al Azhar (Jakarta, 1988) Juz ItI, hal. 181, menjelaskan:
“Arti yang tepat dari ayat ini
ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Al Masih mati
dihukum bunuh, sebagai yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah
akan berhasil. Tetapi Nabi Isa Al Masih akan wafat dengan sewajarnya dan
sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di
sisiNya dan bersihkan diri beliau dari pada gangguan orang yang kafir-kafir
itu.”
“Maka dari itu arti pemahaman Dia
(Isa) akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat
derajatnya ke tempat yang tinggi, sebagaimana tersebut di dalam surat Maryam
(surat 19 ayat 57). Begitu juga orang yang mati syahid di dalam surat Ali Imran
ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.”
Al Alusi, dalam
Tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma’ani
(Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut, 1994), jilid III, ha1.179 memberikan pendapat
tentang Mutawaffika, yang artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan
ajal engkau (mustaufi ajalaka) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak
sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.
Beliau menjelaskan lagi bahwa
arti warafi’uka ilayya (dan mengangkat engkau kepadaKu), telah mengangkat
derajat beliau, memuliakan beliau, mendudukkan beliau ditempat yang tinggi,
yaitu ruh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya. Lalu Al Alusi
mengemukakan beberapa kata rafa’a yang berarti “mengangkat” dari beberapa ayat
Al Qur’an yang tiada lain artinya adalah mengangkat kemuliaan ruhani sesudah
meninggal.
Syaikh Muhammad
Abduh, dalam Tafsir Al Manar jilid II, hal 316, menjelaskan:
“Ulama dalam menafsirkan ayat ini
menempuh dua jalan. Yang pertama bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam
keadaan hidup. Dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum
diantara manusia dengan syariat kita. Penafsiran yang kedua ialah memahamkan
ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang
nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa’a (angkat), ialah ruhnya diangkat
sesudah beliau mati…”
Kata beliau pula:
“Golongan ini, terhadap golongan
pertama yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali,
mereka mengeluarkan kesimpulan hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang
bersangkut paut dengan kepercayaan yang tidaklah dapat diambil kalau tidak
qoth’i (tegas). Padahal perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang
mutawatir.”
Sayid Rasyid
Ridha dalam Majalah Al Manar, juz 10 hal 28, seperti dikutip Hamka dalam Tafsir
Al Azhar (Pustaka Panjimas, 1988) Juz III, hal. 183, pernah menjawab pertanyaan
dari Tunisia.
“Bagaimana keadaan Nabi Isa
sekarang? Dimana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni
mutawaffika wa rafi’uka? Kalau memang dia sekarang masih hidup, sebagaimana di
dunia, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani
itu? Sebagaimana yang telah menjadi sunnatullah atas makhluknya?”
Atas pertanyaan itu, Sayid Rasyid
Ridha menguraikan jawabannya:
“Tidak ada nash yang sharih
(tegas) di dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa
ke langit dan hidup disana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut
sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimhulkan pertanyaan tentang
makanan beliau sehari-hari. Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan
beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah aqidah dari kebanyakan orang Nasrani,
sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan
ini di dalam kalangan muslimin.
Beliau menegaskan:
“Ini adalah masalah khilafiyah.”
Ahmad Mustofa Al
Maraghi, dalam Tafsir Al Maroghi (Syarikah
Maktabah Wa Mathba’ah Mustafa Albabi Alhalabi, 1946), jilid I, juz ke-3 ha1.165
menjelaskan:
“Tidak ada dalam Al-Qur’an suatu
nash yang sharih dan putus tentang Isa a.s diangkat ke langit dengan tubuh dan
nyawanya. Adapun sabda Tuhan mengatakan bahwa: Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat
engkau daripada orang-orang kafir itu, jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan
mengangkatnya, zahiriah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu
diangkat derajatnya di sisi Allah. Sebagaimana Idris a.s dikatakan Tuhan: “Dan
kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi.”
“Hadits-hadits yang menyatakan
bahwa Nabi Isa masih hidup (jasmani dan ruhani) dan akan turun dari langit,
tidaklah sampai kepada derajat haditshadits yang mutawatir. Oleh karena itu
maka tidaklah wajib seorang mulim beri’tikad bahwa Isa Al Masih sekarang hidup
dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani aqidah ini tidaklah kafir
dari syariat Islam.”
Syaikh Mahmoud
Shaltout, Syaikh Jami’ Al Azhar (meninggal tahun 1963) seperti
yang disiarkan mingguan Ar Risalah, yang terbit di
Mesir, No 452 jilid 10 hal 515, seperti dikutip Hamka (Tafsir Al Azhar, 1988) cet. Ke-3 hal 317,
memberikan pendapat tentang hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi Isa akan
turun:
“Riwayat-riwayat itu adalah kacau
balau, berlain-lain saja lafadnya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan.
Kekacau balauan ini dijelaskan benar-benar oleh ulama hadits. Dan diatas dari
itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Kaab Al
Ahkbar, keduanya itu ialah ahlul kitab yang kemudian memeluk Islam.”
“Adapula hadits yang dirawikan
Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun, apabila hadits itu shahih, namun dia
adala.h hadits ahad. Dan ulama telah ijma’ bahwa hadits ahad tidak berfaedah
untuk dijadikan dasar aqidah dan tidak sah dipegang dalam urusan yang ghaib.”
Syaikh Abdul Karim
Amrullah, Ulama besar Indonesia dalam bukunya Al Qoulus Shahih, 1924.
“Nabi Isa meninggal dunia menurut
ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi bukan tubuhnya diangkat
ke langit.”
Dr. Quraish Shihab, dalam harian
Republika, hal 10 tanggal 18 Nopember 1994:
“Bahwa Isa a.s kini masih hidup
di langit, bukanlah satu kewajiban untuk mempercayainya, serta beberapa hadits
yang berkaitan dengan kenaikan Isa Al Masih dan akan turunnya kelak menjelang
kiamat. Hadits-hadits tersebut walaupun banyak kesemuanya bermuara pada dua
orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al Akhbar
dan Wahab bin Munabbih. Tidak sedikit ulama yang menilai bahwa informasi mereka
pada hakekatnya bersandar dari sisa kepercayaan kedua perowi haditshadits
itu.”
Dari beberapa pendapat ulama
diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Isa Al Masih telah
diwafatkan oleh Allah. Seperti manusia lain, beliau pun, akan terkena
sunnatullah kematian “Setiap nafs (yang berjiwa), akan menghadapi kematian”
(Ali Imran/3:185).
Bahwa Isa Al Masih akan diangkat Allah bukan dalam
arti diangkat secara fisik, melainkan derajatnya. Penggunaan kata rafa’a
seperti ini bisa juga kita temui dalam surat Al Mujadilah/58:11 “….Allah akan
mengangkat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat…” Makna pengangkatan yang sama juga diberikan
kepada Nabi Idris (Maryam/19:57).
Bahwa hadits-hadits Nabi saw yang melukiskan akan
tibanya suatu periode dimana Isa akan mengoreksi keislaman bani Israil yang
menyeleweng dari syariat Nabi Musa, atau menyebut Isa Al Masih berada di langit
atau masih hidup hingga kini, tidak bisa dijadikan pedoman yang kokoh.
Kesimpulan tersebut diambil dari beberapa fakta dibawah ini: Pertama,
Hadits-hadits tersebut termasuk hadits ahad, sehingga tidak bisa dijadikan
pedoman dalam soal aqidah. Kedua, walaupun menurut Bukhari sanadnya shahih
tetapi karena matannya mungkin bersinggung balik dengan Al-Qur’an yang dengan
tegas mengatakan bahwa Isa Al Masih telah wafat maka untuk menghindari
kesalahpahaman seperti yang terjadi ada jama’ah Ahmadiyah Qodian, hadits
tersebut lebih baik ditinggalkan saja. Ketiga, hadits-hadits tersebut, bermuara
pada dua orang saja, yang keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al
Akhbar dan Wahab bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan
lamanya).
Dari logika saja, bagaimana Isa
Al Masih hidup dilangit itu? Apakah Tuhan ada di langit? Langit itu walau
bagaimanapun juga luasnya berarti dalam lingkungan ruang dan waktu, sedang
Tuhan tidak dibatasi ruang dan waktu, laitsa
kamitslihi syaiun.
Bagaimana Isa Al Masih dengan
tubuh jasmaninya hidup di langit yang udaranya diluar kesanggupan paru-paru
insani? Atau apakah Isa Al Masih di sana dalam keadaan alam ruhani saja? Kalau
demikian maka kondisi tersebut sama dengan manusia lainnya yang telah mati,
mereka hidup dalam alam ruhani di luar ukuran dunia fana ini. Sehingga tidak
perlu dipersoalkan lagi.
Boleh jadi juga orang-orang
Kristen dan sebagian orang-orang Islam yang menyandarkan bahwa Isa Al Masih
duduk di kanan Allah itu karena ayat Al-Qur’an berbunyi: “… dan adalah Isa salah seorang yang dekat pada Allah
(minal maqarrabin) .”
Dekat disini
bukan berarti dekat dalam ukuran ruang dan waktu tatapi dekat dalam arti
ruhani, maksudnya beliau sangat mulia di sisi Allah karena iman dan taqwanya
pada Allah. Dan kita jangan keliru bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Isa Al
Masih hanyalah salah seorang saja dari antara orang-orang yang dekat pada Allah.
Jadi kaum “muqarrabin” itu jumlahnya
banyak sekali, dan yang sudah tergolong “muqarrabin” itu ialah para
nabi dan para wali, orang-orang yang saleh dan taqwa pada Allah. Jadi tidak
seharusnya hanya Isa Al Masih saja yang dianggap dekat pada Allah.
Sedangkan
pendapat sehagian ulama bahwa Isa Al Masih masih hidup di surga justru dipakai
oleh kalangan Kristen untuk menyatakan bahwa orang Islam pun mengakui kalau
Yesus hidup di surga dengan Tuhan. Maka siapa yang bisa berdampingan dengan
Tuhan kalau bukan Tuhan?
Jika pemahaman itu merasuk pada
umat Islam, maka dua doktrin umat Kristen Kebangkitan, Kenaikan dan Ketuhanan
Yesus dengan mudah juga diterima umat Islam.
Isa Al Masih Kembali
ke Dunia?
Kepercayaan bahwa Isa Al Masih
akan kembali ke dunia, untuk menjadi hakim atas kesalahan umatnya adalah
kepercayaan Nasrani yang tertuang dalam Bibel, yaitu Wahyu 19:11-12 dan 20:4-10.
Mengacu kembali akan ketidak
benaran konsep kenaikan Isa Al Masih ke dunia yang juga tertolak.
Marilah kita simak penjelasan
Al-Qur’an surat Al-Maidah / 5:117:
“Aku tidak pernah
mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan mengatakan, yaitu:
Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Dan aku menjadi saksi terhadap mereka
selama aku berada di tengah-tengah rnereka, tetapi setelah Engkau mewafatkan
aku. Engkaulah yang mengawasi mereka dan Engkau pulalah yang menyaksikan
segalanya.”
Jadi, isi pernyataan Nabi Isa a.s
adalah pertama, beliau sanggup bersaksi hanya sepanjang yang beliau ketahui
(selama beliau hidup diantara mereka/bani Israel); kedua, beliau diwafatkan
Allah; ketiga, Allahlah, penguasa hari akhir zaman, satu-satunya hakim. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam At-Tin / 95:8:
“Bukankah Allah hakim
yang seadiladilnya?”
Pendapat sebagian kalangan umat
Islam bahwa Isa Al Masih yang dilangit akan turun ke dunia untuk menjadi hakim
di akhir zaman justru dimanfaatkan kalangan Kristen sebagai bahan argumentasi
bagi penyimpulan mereka bahwa siapa yang layak jadi hakim kalau bukan Tuhan?
Kalau umat Islam mengakui Isa Al Masih sebagai hakim di akhir zaman berarti
umat Islam meyakini Isa Al Masih sebagai Tuhan di akhir zaman.
Dengan penjelasan seperti yang
telah saya sampaikan pada buku ini, kiranya umat Islam tidak perlu lagi
ragu-ragu, apalagi meyakini doktrin kebangkitan dan kenaikan Isa Al Masih.
Sebab sudah jelas bahwa doktrin tersebut bertentangan dengan Islam dan tidak
bisa dipertanggungjawabkan.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan tambahkan komentar teman-teman, diharapkan menggunakan kata-kata yang pantas. karna kata-kata menunjukkan siapa kita